http://bioskop4d.com/

jayabet

Kamis, 05 Mei 2016

Gedenya Kontol Pak Polisi..


Perkenalkan, namaku Marni, umurku 28 tahun. Orang mengatakan aku adalah janda kembang, selain karena parasku yang cantik, tubuh seksi, juga karena aku belum dikaruniai anak dari pernikahan dengan suami ku terdahulu yang hanya berumur 1,5 tahun. Aku cerai ketika berumur 26 tahun, dikarenakan tidak tahan dengan perlakuan mantan suamiku yang kasar dan tidak perhatian. Tinggi tubuhku 16cm, dengan ukuran buah dada yang serasi, dan bentuk yang masih sangat bagus serta kencang dan montok. Mungkin karena aku rutin olahraga tiap minggunya, juga pola makan yang sehat. Aku bekerja sebagai pengusaha kue di suatu kota di Jawa Timur. Kali ini akan aku ceritakan kisah yang tidak akan aku lupakan sepanjang hidup.

Langit semakin kelabu, mendung bergulung-gulung mulai memenuhi langit kota.

"Aku harus segera mencari tempat berteduh, pikirku.
Aku pacu motor maticku dengan tergesa sambil memperhatikan apabila ada tempat yang bisa dijadikan berteduh. Namun, sial bagiku, tak lama setelah itu hujan turun dengan lebatnya, membuat pakaianku basah tak tersisa. Dan tentu saja membuat pakaian dalam yang aku kenakan saat itu tercetak dan terlihat jelas dari luar. Hujan turun begitu derasnya, petir menyambar nyambar, tak mungkin aku meneruskan perjalanan. Walaupun dengan pakaian yang sudah basah kuyup, aku tetap memutuskan untuk berteduh. Akhirnya aku menemukan tempat juga.

Di emperan toko yang sudah tutup itu aku istirahatkan tubuhku dari terpaan air hujan. Tidak ada siapa-siapa di situ, sambil menunggu hujan reda, aku periksa kembali isi jok sepeda motorku, barangkali ada lap bersih yang bisa aku gunakan untuk handuk. Ahh, sial ternyata tidak ada satupun. Sambil meratapi hujan dalam kedinginan itu, aku dikagetkan oleh pengendara lain yang berteduh di tempat itu. Ternyata ia seorang polisi, tergambar dari seragam coklat yang ia kenakan. Mataku terus mengikuti laju motor yang ia gunakan, hingga terparkir dan dimatikan mesinnya oleh empunya.

Polisi tersebut segera melepas helmnya, orangnya sudah cukup berumur, tergambar dari beberapa uban yang terlihat di rambut cepaknya, kutaksir umurnya sekitar 40 an. Kumisnya tebal, dan di pipi dan janggutnya terdapat bekas cukuran brewok yang mulai tumbuh tipis. Tatapannya ramah, sekilas mirip satu tokoh polisi yang kerap aku lihat di televisi. Ahh, namun aku lupa siapa namanya. Orangnya berwibawa, mungkin karena tubuhnya yang tinggi besar dan ditambah kumis tebalnya itu.

Mbak, mbak. Tiba-tiba aku tersadar dari lamunanku. Ternyata bapak polisi itu telah berdiri di hadapanku.

Oh iya Pak, maaf-maafkan saya melamun.
Ikut berteduh juga ya mbak, saya tadi pulang kerja, kehujanan ditengah jalan, tidak sempat memakai mantel, katanya sambil mengelap air di tangannya.
Oh iya Pak, silahkan, saya juga berteduh kok di sini, tadi lupa tidak bawa mantel, hehehe,” Jawabku sekenanya.

Dari obrolan ngalor-ngidul kala menunggu hujan reda itulah aku mulai mengenal beliau, Namanya Pak Broto, umurnya sekitar 44 tahun, beliau bekerja sebagai polisi. Orangnya tinggi, mungkin sekitar 175 cm, badannya juga besar, masih bagus untuk orang seumuran beliau, ototnya tercetak pada bajunya yang basah saat itu. Perutnya sedang, tidak terlalu buncit. Tangannya berbulu lebat, semakin terlihat ketika terkena air hujan pada sore itu.

Wah hujannya deras dik Marni. Sejak tahu namaku, beliau memanggil dengan sapaan dik, biar lebih akrab katanya.
Iya nih pak, saya sudah hampir satu jam disini, tapi tidak reda-reda juga” Gerutuku. Obrolan kami semakin cair, dan sudah merembet pada hal-hal keluarga.

Dik Marni sudah menikah? Tanya beliau dengan sopan.
Sudah pak..” Jawabku.
Wah, sudah punya anak berapa?, sambungnya.
Belum punya pak, saya sudah keburu cerai dengan mantan suami saya,”jawabku sambil bercanda.
Beliau agak terkejut. Iya to? Wah..

Lha bapak sendiri bagaimana?, sambungku. Beliau diam, dan mulai menatap hujan yang tidak habis-habisnya itu.
Saya menikah pada saat umur 30 dik, dan sudah dikaruniai 1 putri, namun sayang. Putri saya meninggal saat masih kecil, istri saya pun menyusul 5 tahun setelahnya karena suatu penyakit, hmmmm
Maafkan saya ya Pak, segera aku putus singkapan duka masalalu itu.
Saya tidak bermaksud....
Ahh, tidak apa kok, santai saja dik.” Sambil wajahnya yang tampan, bersih, dan kebapakkan itu menoleh kearahku dengan bijaknya.

Akhirnya hujan mulai reda ketika hari sudah beranjak gelap. Ketika bersiap untuk pulang, Pak Broto menegurku.
Dik, mampir kerumah saya dulu yuk. Rumah dik Marni kan masih jauh, masak mau pulang dengan pakaian basah begini? Sambil tangannya memegang pundakku.
Ah tidak apa-apa kok pak, biar saya pulang saja, takut merepotkan Bapak nantinya.”
Ayolah, tidak ada siapa-siapa kok di rumah, pembantu saya juga sudah pulang sore begini. Bahaya lho naik motor dengan pakaian basah begini, bisa masuk angin. Nanti dik marni bisa pakai dulu baju almarhum istri saya.” Akhirnya saya mengiyakan juga, tidak enak menolak niat baik pak Broto.

Setelah perjalanan yang tidak terlalu jauh. Sampailah pada suatu rumah yang cukup besar, dan bagus, halamannya luas dan asri. Rumah ini terletak agak jauh dari rumah sekitarnya, mungkin masih tergolong rumah yang baru selesai di bangun. Teriakan Pak Broto dari garasinya membuyarkan lamunanku.

Ayo masuk, ndak usah sungkan-sungkan,” Ajaknya dengan penuh semangat.
Tanpa menjawabnya, aku segera memarkir kendaraanku di samping motor beliau. Beliau terus mengajakku memasuki rumahnya yang rapi dan bersih. Lampunya telah menyala terang, mungkin ulah pembantunya yang sudah pulang ke rumahnya sendiri. Tidak ada foto kenangan keluarganya di situ, mungkin Pak Broto tidak ingin terlalu larut dalam kesedihan panjang.

Ayo dik silakan masuk,” sambil beliau membukakan pintu sebuahKAMAR, dan menyilakan aku masuk ke dalam.
Dulu ini adalah kamar saya dan alm. istri saya, tapi saya sudah pindah kamar. Silakan mandi dulu, dan pilih saja baju yang cocok, tidak usah sungkan ya.”
Beliau segera berlalu dan melangkah ke belakang. Mungkin mencari air minum ke dapur.

Aku segera masuk ke kamar itu, dan mulai membersihkan diri karena hujan yang deras mengguyur tadi sore. Setelah segar, aku memakai baju alm. istri Pak Broto yang ada di lemari itu. Tidak banyak baju yang tersisa, mungkin sudah diberikan oleh beliau ke orang lain. Akhirnya aku mengenakan daster yang tidak terlalu tebal sambil aku lapisi dengan jaket untuk menahan dinginnya malam itu, sambil menyembunyikan puting susuku yang tercetak dengan jelas. Aku memang tidak memakai BH dan celana dalam saat itu, apalagi jika bukan karena pakaian dalamku yang sudah basah karena hujan tadi sore. Hawa yang dingin itu semakin membuat tubuhku berdesir, puting susuku mengeras, hembusan angin pada selangkanganpun turut memberi kenikmatan tersendiri.

Aku segera terbangun dari pikiran mesum itu ketika aku dengar kecipak air timbul dengan derasnya dari kamar sebelah. Mungkin pak Broto yang sedang mandi, pikirku. Akhirnya aku keluar ke kamar tamu dan menyalakan TV untuk menghibur diri. Sementara di luar justru hujan turun lagi, dengan tidak kalah derasnya. Aduh, aku mulai bingung bagaimana cara pulang nanti.

Pikiranku buyar ketika pak Broto datang dan duduk di kursi depanku. Sambil metetakkan teh hangat beliau mengatakan,

Sudah nginep saja barang semalam disini. Lagi pula besok kan hari minggu to?, libur. Apalagi hujannya deras banget lo dik Marni, Saya ndak tega membiarkan dik Marni pulang dalam keadaan hujan begini.”Aku diam tak menjawab, hanya pikiran ini yang bingung memilih. Memilih nekat pulang apa menerima tawaran Pak Broto. Apalagi aku juga takut pulang malam-malam, hujan deras lagi. Akhirnya aku memutuskan,

Baik pak saya mohon izin nginap disini saja Pak, barang semalam, mohon maaf merepotkan bapak.”
Alah, tidak apa-apa kok, saya malah senang kalau ada yang menemani begini. Hahaha.”
Aku baru sadar, ternyata beliau datang tadi dengan telanjang dada, hanya mengenakan sarung yang sudah longgar ikatannya. Ketika beliau sedang asik menonton TV, aku beranikan memandangnya lagi. Benar dugaanku, ternyata dada Pak Broto juga berbulu lebat. Tergambar dari bulu-bulu ditangan nya yang lebat itu. Puting susunya berwarna coklat tua dan tampak kokoh di antara belukar bulu dadanya yang bagus itu. Bulunya ibarat barisan, dari rambutnya, kumisnya yang tebal dan kelihatan kasar, brewoknya, hingga menerus ke dadanya. Dan akhirnya menerus ke bawah melalui tengah tubuhnya, pusarnya, dan menghilang di balik lipatan sarung nya itu. Ahh, pikiranku semakin tidak karuan, apalagi sudah 2 tahun ini kebutuhan biologis ku tidak terpenuhi. Aku merasa gatal di vagina ku. Mungkin juga karena suasana yang bertambah dingin itu.

Dik Marni bisa mijit?, Pertanyaan Pak Broto membangunkan dari lamunan.
Bbbisa Pak?
Wah, mantep itu, ayo kita pijit-pijitan. Biar nggak masuk angin. Badan saya juga capek, kerja berat seminggu ini, sambungnya.

Akhirnya saya yang memijat Pak Broto dahulu, baru kemudian gantian beliau nantinya. Beliau menggelar karpet di depan TV sambil mengambil bantal dari dalamKAMAR.

Ayo dik Marni!
Baik Pak. Beliau rebahkan tubuhnya yang bersih berwarna kuning ke coklatan itu di karpet yang sudah di siapkan. Aku mulai mengurut bagian kakinya terlebih dahulu, sambil aku lumuri dengan minyak pijat. Benar dugaanku, kakinya juga berbulu lebat dan keriting. Pijatanku terus naik pada paha beliau. Aku lihat beliau sudah tertidur, mungkin karena kecapekan dan pijatanku yang memang nyaman. Tak sengaja sarung beliau tersingkap oleh tanganku. Betapa kagetnya aku, ternyata beliau tidak memakai celana dalam. Nampaknya belahan pantatnya yang seksi dan berbulu itu. Aku coba tahan pikiran ini agar tak macam-macam. Akhirnya aku selesai memijat bagian belakang dari tubuh liat dan kokoh Pak Broto.

Pak, bangun Pak, bagian depannya belum. Aku bangunkan beliau. Beliau mengubah posisinya menjadi telentang, tanpa sedikitpun membenahi posisi sarungnya. Akupun dapat melihat barisan bulu kemaluan yang menghilang di balik gulungan sarung yang sudah longgar itu. Sejatinya akupun merangsang melihat tubuh laki-laki gagah dan tampan didepanku itu, apalagi bulu dada dan putingnya yang begitu menggairahkan. Tubuhnya bagus, dan kencang. Buah dari latihan dan orahraga teratur pikirku. Akupun mulai penasaran tentang penis Pak Broto, namun aku tak berani meneruskannya. Aku masih menguasai pikiran jernihku.

Dalam keadaan selangkangan yang mulai basah karena terangsang mengamati tubuh Pak Broto. Aku berkonsentrasi memijat bagian depan tubuhnya itu. Aku mulai dari kepalanya, aku pijat pelan-pelan agar tidak membangunkan beliau. Sesekali aku mengagumi dan kuberanikan membelai kumis yang begitu tebal dan indah itu.

Pijatanku terus berpindah ke bawah, ke kedua tangan beliau yang kekar, dan sampailah di dadanya yang berbulu itu. Sambil memijat, aku bernaikan menekan dan memilin puting susu menggemaskan Pak Broto. Beliau tidak terbangun, hanya sesekali mengeluh keenakan. Aku segera berpindah ke bawah. Tak kusangka penis Pak Broto telah bangun, menantang dan membuat cetakan tegak pada sarungnya. Aku hanya berani memandangnya dan memijat bagian paha dan kakinya saja. Sambil sesekali mencuri pandang, dan memerkirakan seberapa besar dan panjang senjata milik Pak Polisi ini. Aku telah selesai dari pijatanku, sambil berlalu melangkah ke kamarku. Aku tidak enak membangunkan Pak Broto dan menagih janji pijatannya. Akhirnya aku tinggalkan beliau tertidur diKAMAR tamu. Sambil menyelimuti beliau karena udara yang amat dingin malam itu, aku matikan TV dan melangkah ke kamar yang telah dipersiapkan untukku untuk tidur.

Aku berusaha untuk tidur cepat malam itu, agar pikiran tentang Pak Broto itu tidak keterusan. Ahh, namun apa daya, tuntutan kehausan akan belaian laki-laki terus mendesakku untuk terus membayangkan Pak Broto, bahkan hingga dalam tidurku. Tentang sosoknya yang kebapak-bapak an, kumis tebalnya, bulu dadanya yang lebat, puting sususnya yang indah, tubuhnya yang bagus, liat, tidak terlalu kekar, sedang-sedang saja. Dan tentang penisnya yang terbayang dalam cetakan sarung itu.

Aku terbangun pagi itu dengan perasaan terkejut, selimut yang aku pakaikan untuk menutupi tubuh Pak Broto semalam kenapa menutupi tubuhku. Ketika aku membuka selimut, daster belahan dada rendah yang kupakai pun tersingkap hingga menampakkan salah satu payudaraku. Jangan-jangan semalam Pak Broto?
Pikiran macam-macam itu mulai merasuki pikiranku. Ataukah aku sendiri yang bermasturbasi hingga membuat ini semua terjadi?
Apakah Pak Broto melihat semua ini?
Deretan pertanyaan itu memenuhi pikiranku, hingga aku memutuskan untuk berganti pakaian dengan pakaianku sendiri yang sudah lumayan kering karena terpaan dari kipas angin semalaman.

Akupun bersiap untuk pamit pulang kepada beliau. Aku panggili Pak Broto, namun tak ada jawaban. Hingga aku melihat beliau sedang olahraga ringan di samping rumah. Dengan kaos basah yang diletakkannya di atas tanaman hias di pekarangan. Cukup lama aku mengamati tingkah polah beliau selama berolahraga itu. Tubuhnya berkilau keringat terkena terpaan matahari pagi, tubuhnya terlihat lebih menggairahkan dengan keringat yang membasahi tubuhnya itu. Bulu-bulu dadanya tampak lebih jelas, putingnya begitu menantang. Celana pendeknya pun sudah basah di beberapa bagian. Akhirnya beliau sadar aku memerhatikannya.

“Oh dik Marni, sudah bangun ya? Tadi saya baru lari pagi, mau ngajak dik Marni tapi masih tidur, ndak enak ngebangunin, haha.”
Sebenarnya aku ingin menanyakan perihal kondisi tubuhku semalam, apakah beliau melihat payudaraku yang tersingkap. Namun aku terlalu sungkan, aku putuskan untuk langsung pamit kepada beliau, dengan alasan ada pekerjaan yang harus segera ku selesaikan. Akhirnya aku pulang dari rumah beliau dengan perasaan yang campur aduk, antara sangat berterimakasih, hingga kagum atas kebaikan dan perhatian beliau.


*****


Selepas pertemuanku dengan Pak Polisi Broto tempo hari, sampai menginap di rumah beliau segala. Entah kenapa aku menjadi lebih sering bertemu dengan beliau. Baik itu karena alasan pekerjaan, yang beliau memesan kue untuk hadiah pernikahan koleganya, hingga aku yang kebetulan bertemu di jalan, atau beliau yang sengaja main ke rumahku. Karena seringnya bertemu, dan merasa banyak kenyamanan ketika bertemu. Akhirnya aku menerima lamaran Pak Broto untuk menjadi istrinya. Meskipun usia kami terpaut 10 tahun lebih, tapi kami saling mencintai. Dan aku sangat bersyukur dipertemukan dengan beliau. Dengan sifat kebapak-bapakannya, wibawanya, kelembutannya, dan kumis dan bulunya yang begitu terbayang setiap malam.


*****


Akhirnya, malam yang sama-sama kami nantikan itu datang juga, selepas capek melayani tamu-tamu undangan kamipun memutuskan untuk istirahat dulu sore harinya, menghimpun tenaga untuk malam yang istimewa pada malamnya.

Semenjak hari pernikahan aku tinggal di rumah suamiku yang baru, Pak Broto, hanya berdua dengannya. Aku terbangun dari tidurku, mendapati hari sudah mulai senja, sinar matahari yang teduh menerobos melewati jendelaKAMAR kami. Disampingku masih tertidur Pak Broto, dengan mengenakan kaos singlet dan celana pendek. 
Dengan malas aku bangun dari tempat tidur, aku melangkah keKAMAR mandi untuk membersihkan diri setelah seharian capek melayani tamu resepsi pernikahan. Sambil membersihkan make up pengantin, aku mulai menyabuni seluruh tubuh seksi ku. Aku menyabuninya dengan teliti, setiap sudut, agar Pak Broto nantinya akan merasa puas dengan tubuhku yang wangi. Sambil menyabuni payudara dan kemaluanku, aku mulai merasa terangsang sendiri. Membayangkan bagaimana nantinya mulut pak Broto dengan kumis tebalnya itu mengulum, menggesek, dan menetek pada putingku yang berwarna coklat kemerahan ini. Bagaimana penisnya yang kokoh akan menembusi dan menyirami vaginaku yang masih sempit dan kering tidak tersirami selama dua tahun ini.

Akhirnya aku selesai mandi dan kemudian mengeringkan tubuhku. Aku keluar dari kamar mandi dengan mengenakan kain batik yang ku kenakan saat resepsi tadi. Aku memakainya dengan melilitkan pada belahan dadaku. Memang kainnya tidak terlalu panjang, hanya menutupi dada hingga sampai pada atas lutut saja. Menampakkan payudaraku yang membusung dan pahaku yang kuning langsat. Karena tubuh yang belum mengering sempurna, puting susuku sangat jelas tercetak, dan sedikit basah di payudaraku bagian bawah.

Akupun melangkah menuju depan meja rias, menata rambutku, dan sedikit memakai wangi-wangian. Aku sangat kaget ketika aku sibuk membaluri tanganku dengan lotion, tiba-tiba sepasang tangan kokoh memeluk pinggang ku dan membelai perut rataku dari belakang.

“Sayangg, kamu cantik dan wangi sekali, tubuhmu yang indah ini sungguh menggoda, ndak salah aku menikahimu..” Desahnya dengan manja di kupingku.
Ternyata itu adalah Pak Broto, yang telah bangun tanpa aku sadari. Aku sangat tersanjung dengan puji pujian yang dilayangkannya.

“Ahh, Pak Broto, eh Mas Broto bisa sajaa..” jawabku dengan gugup. Beliau hanya tersenyum, menyaksikan aku yang kikuk sampai lupa menyebutnya dengan sapaan mas. Memang setelah menikah rasanya lebih nyaman dengan sebutan mas, meskipun beliau tak mempermasalahkannya.

Belum berhenti rasa kikukku, tangan beliau tiba-tiba berpindah menangkup kedua buah susuku yang menantang itu. Kurasakan putingku mulai mengeras karena rangsangan beliau di perut dan segala pujiannya tadi. Aku mendesah ketika jari-jarinya yang besar memijit putingku dari luar,

“aahhhhhhh, mas...” Beliau hanya diam sambil tersenyum. Aku yang sudah keenakan dan merem melek harus menahan diri. Beliau tidak jadi meneruskan permainnya, rupanya ia begitu ahli dalam mengendalikan nafsu perempuan, pikirku.

“Aku tak mandi dulu ya dik, biar segar, dan capekku hilang, nanti kita teruskan.” Ucapnya sambil mengecup pundakku dari belakang, beliau melangkah kekamar mandi.
“Hufftttt, kenikmatanku tertunda,” bathinku..

Sambil menunggu Mas Broto selesai mandi. Aku sempatkan untuk mengeringkan rambut yang masih sedikit basah karena mandi tadi, sambil melihat pekarangan rumah dari jendelaKAMAR. Entah kenapa, pekarangan rumah ini begitu indah dan asri, membuat hatiku menjadi tenang. Sampai tiba-tiba Mas Broto telah di belakangku.

“Hayo, ngelamun ya?” Sambil tangannya memelukku dari belakang.

“Ahh, nggak kok mas,” jawabku sekenanya.
“Ayo kita mulai !”, ucapnya dengan antusias.
Beliau langsung menerkam susuku dengan kedua tangannya, diremasnya dengan perlahan, sambil bibirnya yang berkumis tebal mengulum kupingku. Akupun geli di buatnya. Tangannya kini tak lagi hanya meremas dengan perlahan, tapi di selingi dengan cubitan ketika menemukan putingku yang telah mengeras itu.

Tangan kirinya berpindah dan bergerilnya ke bawah, menyelusup dari belakang, dang bermain-main di belahan pantatku, sambil meremas-remasnya. Akupun hanya melenguh dibuatnya. Akupun tak mau kalah, dengan susah payah, tanganku yang tadinya memegang tangan Mas Broto yang meremasi payudaraku, berpindah kebelakang dan kutarik ikatan handuk yang dikenakannya. Jadilah beliau sekarang telanjang bulat di belakangku. Hingga kurasakan penisnya menyentuh tangan dan bokongku..

“Ahh, kamu udah ndak sabar ya?” tanpa menjawab, akupun langsung menggenggam penisnya itu dengan manja. Ternyata penisnya sudah sangat tegang. Ukurannya cukup besar dan panjang, tanganku agak kesulitan menggenggamnya.

 “Ahhhh, dik Marni.” Beliau meracau ketika ku sentuh lubang kencingnya. Karena terlalu asik bermain di belakang, aku tak sadar ternyata kembanku telah luruh sebagian, hanya tersangkut tangan beliau yang kini telah berpindah bermain di vaginaku. Payudaraku yang bergantung indah, dan menantang itu sekarang lebih leluasa untuk di remasnya. Jari-jarinya kadang berhenti untuk memilin dan menarik putingku. Menciptakan sensasi yang enak,

“Ahhhh, terusss masss”, desahanku lebih keras ketika jari tengahnya mulai menelusup masuk ke liang vagianaku, menggeseknya dengan perlahan. Aku merasakah vaginaku telah mulai basah dengan cairanku sendiri, aku sudah tidak cukup kuat berdiri dengan tegak. Tangan beliau yang kanan berpindah ke mulutku, memasukkan jari telunjuknya ke mulutku. Akupun paham dan langsung mengulumnya dengan manja.

Dengan jari yang basah oleh air liurku, beliau mempermainkan putingku dengan intens. Memencet, memilinnya, cukup lama beliau mempermainkan putingku seperti itu, bergantian yang kiri dan kanan. Beberapa saat kemudian beliau berindah ke depan, beliau memagut bibirku dengan lembut dan rakus, kumisnya yang tebal itu begitu menggelitik bibirku. Cumbuan beliau turun ke dadaku, mula-mula hanya dijilatinya saja, namun kini sudah di lahap, nampaknya Mas Broto berusaha melahap seluas-luasnya. Kadang giginya mengenai putingku yang sudah sangat mengeras. Membuatku tambah mengerang kenikmatan. Cukup lama Mas Broto bermain dan menyedoti payudaraku dan putingnya.

“Mmmmbb, payudaramu enak sekali sayang, kenyal.” Gumamnya sambil terus menyenyot puting susuku. Sesekali di gigitnya kecil-kecil putingku, dan dicupanginya payudaraku hingga menciptakan beberapa bekas kemerahan. Setelah cukup puas bermain di dadaku. Cumbuannya berpindah turun ke selangkanganku. Lidahnya dan kumisnya yang kasar itu begitu membuat kau melayang, hingga,

“maasssss, aku tak tahaaaaaaan laaagiii !” Akupun mencapai orgasmeku dengan dahsyat, orgasme yang tercapai tanpa penetrasi dari beliau. Hebat sekali Mas Broto, bathinku..

Akupun lemas tak berdaya, peganganku pada kusen jendela mulai tidak erat lagi. Mas Broto dengan paham langsung menangkap tubuh lemas ku yang telah terpuaskan dengan permainan jari dan mulutnya itu. Beliau kemudian membopongku ke tempat tidur dan merebahkanku di sana. Aku melihat beliau berdiri di samping tempat tidur, raut muka yang bahagia, dan kumisnya yang kembang kempis dan basah di beberapa bagian, mungkin terkena cairan cintaku tadi, pikirku.

Tubuhnya penuh keringat, membuatnya begitu menggairahkan. Penisnya kini masih belum tegak sempurna. Penis yang berukuran besar dengan panjang sedikit di atas rata-rata itupun seperti mengengangguk-ngangguk mendiami bulu kemaluannya yang tidak terlalu lebat. Dengan tenaga yang tersisa, akupun segera bangun dan menarik tubuh Mas Broto hingga terduduk di sampingku. Akupun segera mendorongnya hingga rebah di samping tempatku tadi.

“Sekarang giliranku Mas,” bathinku. Akupun segera menciumi bibirnya dan bermain-main dengan kumisnya yang menggemaskan itu. Lidah kami saling bertaut, kami berciuman dengan panasnya. Tanganku pun tak tinggal diam, sambil meraba dadanya yang liat dan mempermainkan puting susunya itu. Kini ciumanku berpindah ke dadanya yang berbulu lebat itu, aku jilati setiap bagian dada bidangnya itu, tak kulewatkan sedikitpun tubuh tegap dengan dada yang indah, berbulu, dan menggairahkannya. Sampailah akau pada puting susunya yang berwarna coklat muda, berdiri dengan kokohnya di bulu dadanya yang membelukar. Aku jilati dan aku emuti puting susunya, sambil sedikit menggigiti dan menarik-nariknya.

Rupanya beliau terangsang cukup hebat keperlakukan seperti itu. Kepalaku ditekannya sambil tangannya menyosongkan dadanya agar bisa lebih dalam akau mengenyotinya. Kini jilatanku terus berpindah ke bawah hingga ku temukan kejantanan beliau yang telah menantang. Penis beliau sesuai dengan tubuhnya, bersih, coklat kekuningan, dengan otot-otot yang sangat menonjol. Membuatnya menjadi sangat indah dan kokoh. Tanpa basa-basi lagi aku jilat lubang kencingnya. Beliau tersentak,

“aaaaaaaahhhhh”. Tangannya kini memegangi tanganku yang satunya yang dari tadi mempermainkan puting susunya tanpa bosan. Aku semakin giat dan semangat mengulum dan menjilati penis Mas Broto, sambil kusertai dengan menyedotnya sekuat tenaga agar beliau cepat keluar. Sesekali ku kulum sambil aku tarik kepala penisnya yang menyerupai jamur itu dengan rakus. Akhirnya tak salah, lenguhan Mas Broto semakin keras, tangannya kini memegangi dan menenggelamkan wajahku ke selangkangannya, membuatku menelan lebih jauh penisnya itu, meskipun tak sepenuhnya muat. Akhirnya muncratlah sperma Mas Broto ke mulutku,

“aahhh, sayanggggg, aku keluaaaarr...”


*****


“Minum dulu mas..”
Aku membawakannya teh manis sebelum meneruskan permainan kami yang begitu hebat tadi. Sambil beliau meminum tehnya, aku duduk di sampingnya menunggu, sambil tak bosan-bosan tanganku merangkul punggungnya yang kokoh, dan membelai dadanya yang bidang dan berbulu lebat itu serta mempermainkan putingnya.

“Ahh segarrrr,” ucapnya setelah menghabiskan segelas teh manis buatanku. Sambil beliau mengeluarkan ekspresi siap tempur, dengan kumis lebatnya yang mengembang. Akupun tertawa melihatnya. Tanpa basa-basi lagi beliau langsung merebahkanku, dan menindihku. Bibir kami berciuman dengan ganasnya, lidah kami saling melilit. Ciuman beliau turun ke payudaraku yang masih penuh dengan bekas air liur dan cupangannya tadi. Kumisnya yang tebal itu mencoba menggelitik dengan menggesek-gesekkan pada susuku. Mulutnya tak kuasa untuk membiarkan putingku terpampang begitu saja.

Dikulumnya putingku dengan gemas, sambil sekali-kali di sedotnya dengan kuat-kuat. Menimbulkan sensasi luar biasa ketika sedotan kuatnya itu beradu dengan rangsangan dari kumis lebatnya itu. Akhirnya beliau bangkit, memposisikan diri diantara selangkanganku, dibukanya kakiku untuk menciptakan ruang yang lebih luas. Kini penisnya telah tegang kembali, siap untuk menyetubuhiku, memberikan kepuasan seksual lebih jauh.

Pada mulanya beliau hanya menggesek-gesekkan ujung penisnya pada mulut vaginaku, “masss, masukkkinn, aku sudahhh tak tahannn,”
Ceracauku menahan nafsu yang sudah mencapai ubun-ubun.. Beliau hanya tersenyum menyaksikan aku begitu gelisah tak sabar menanti kan batang nya itu masuk ke dalam liang vaginaku. Akhirnya beliau memasukkan sedikit demi sedikit.

“Ahhh”, aku menggigit bibir bawahku sambil menahan sedikit rasa sakit. Mungkin karena telah cukup lama liang kenikmatan ini tak menerima tongkat pemuas, pikirku.
“Arrgghhh, punyamu sempit sekali dik”. Beliau berhenti sebentar untuk mengambil nafas, dan membiarkanku terbiasa dengan penisnya yang besar itu. Dengan penuh semangat, Mas Broto terus mengayunkan pantatnya ke depan, mendorong kejantanannya agar lebih masuk ke dalam.

“Ahhhh, desahnya, Begitu legit”, ceracaunya. Akhirnya penis Mas Broto benar-benar terbenam seutuhnya dalam liang kewanitaanku. Rasanya penuh sesak, dan begitu mengganjal di bawah sana. Beliau membiarkan penisnya terbenam sepenuhnya di dalam vaginaku, sambil tangannya meremasi payudaraku.

“Ahhh, dik, sempppit sekali vaginamu ini”. Beliau mulai mengayunkan pantatnya maju mundur, batang itupun mulai ke luar masuk liang kewanitaanku dengan lebih lancar sekarang. Semakin cepat, dan semakin cepat mas broto menggenjotku, bagai tak kenal lelah, kuat sekali stamina Mas Broto, pikirku. Aku hanya mendesah dan menjerit kecil sambil menggigit bantal. Staminaku pun rasanya seperti terkuras, di genjot habis-habisan oleh Mas Broto, tangannya yang kekar itu kini bertumpu di samping tubuhku, kadang meremasi susuku dengan gemasnya. Akupun tak tinggal diam, aku remasi dada Mas Broto, aku tarik-tarik putingnya, aku belai dadanya yang berbulu yang meneteskan keringat pada tubuhku dikarenakan genjotannya yang semakin keras.

“Massssss, aku keluarrr”. Aku berteriak tertahan, sambil tanganku merangkul lehernya. Hingga tubuhnya itu ambruk, lengket menimpa tubuhku.

Tubuh kami yang penuh dengan peluh pun berpelukan dengan eratnya. Dadanya yang berbulu begitu menggelitik ketika bergesekan dengan payudaraku. Orgasme kedua yang hebat telah aku alami, dan Mas Broto sepertinya belum apa-apa. Dengan sabar dan telaten beliau membiarkanku menikmati gelombang orgasmeku, mendiamkan posisi berpelukan kami. Sesaat setelah merasa telah cukup, Mas Broto bangkit dan menciumi ku, dari bibir, hingga payudara ku yang montok itu kembali di susunya. Setelah birahiku sedikit bangkit dan aku telah siap, Mas Broto merebahkan tubuhnya disampingku. Rupanya beliau begitu telaten, tidak egois dengan memaksakan pemuasan nafsunya, tapi dengan sabar menungguku hingga siap, dan birahiku timbul kembali.

Mas Broto mulai memasukkan penisnya dari arah samping, dengan aku yang masih rebah dengan telentang. Penisnya yang masih kokoh itupun menerobos vaginaku dengan sangat mulus karena melimpahnya cairan cinta yang baru aku keluarkan tadi. Beliau menempatkan kaki kananku di di atas pinggangnya. Tubuhnya sedikit miring dan mulai meggenjotku dari samping dengan perlahan, kemudian semakin cepat. Hanya desahan yang mengiringi sodokannya, aku hanya merintih kenikmatan sambil berpegangan pada tangan kekar beliau yang berpegangan lengan kiriku.

“Ahhh, enak maaas”. Kadang tangannya tak lagi berpegangan pada lenganku, tapi pada payudaraku, sambil meremas-remasnya. Kini Mas Broto mencabut penisnya yang mengkilat dan masih tegang itu, sambil memintaku berganti posisi merangkak. Dengan sigap Mas Broto menyodokkan penisnya dengan cepat, bahkan sangat cepat, hingga terdengar nyaring bunyi kecipak benturan antara buah zakar dan kulit pahaku. Juga benturan kulitnya dengan pantatku.

Terasa sekali penisnya masih keras, dan staminanya masih sangat kuat. Dengan cepat beliau mencabut penisnya, dan memposisikan diriku telentang. Beliau lalu menubrukku dan memasukkan penisnya dari arah depan. Mirip posisi yang pertama tadi, hanya saja kini tubuhnya sepenuhnya ambruk menimpa tubuhku. Tubuh kami lekat satu sama lain karena keringat yang cukup banyak. Mas Broto begitu cepat memompaku dengan tongkat kokohnya itu.

“Mas, aku mau saaampppaiii.” Aku meracau, berteriak tertahan.
“Bareng dikkk, aku juga mau keluarrrr..” Kurasakan penisnya mulai berkedut-kedut.
“Ahghhghh, dik, aku mau keluarrrr...” Dengan sodokan yang lebih cepat dan keras, penis Mas Broto seperti mencapai rahimku. Akupun meracau, mendesah dengan keras, merasakan orgasmeku akan datang lagi.

“Aghghghhg, aku keluaaaarrrr.” Keluarlah cairan orgasmeku yang ketiga kalinya bersamaan dengan orgasme dahsyat Mas Broto. Di tembakkannya air mani yang begitu banyak bebarengan dengan cairan cintaku. Membuat selangkanganku begitu becek, sampai-sampai meluber ke pantat dan mengenai lubang anusku.

Sungguh persetubuhan ini begitu membuat tubuhku begitu terasa capek. Namun aku sangat puas dengan permainan yang begitu hebat dari suamiku ini. Setelah orgasme hebat tadi, kami masih saling berpelukan, tanpa merubah posisi tubuh kami, dengan Mas Broto yang masih menindihku. Beliau akhirnya mencabut penisnya yang masih setengah ereksi dan menciumku dengan begitu hangat, dan merebahkan diri di sampingku.

“Ahhh, kamu hebat dik, vagianmu begitu keset, sempit..” puja-puji keluar dari mulutnya. Aku sekali lagi dibuatnya tersanjung. Tanpa menjawab, aku pun mencium bibirnya dengan begitu lama dan erat, menikmati kegelian oleh kumis lebatnya itu, sambil mengucapkan rasa terimakasih dan kebanggan atas Mas Broto di dekat telinganya. Beliau hanya tersenyum dan kemudian memelukku dengan erat. Aku rebahkan kepalaku di dadanya yang menggairahkan itu, sambil terus membelai bulu dan perutnya yang kokoh. Tak Lama ternyata aku tertidur. Aku sadar ketika Beliau membangunkanku untuk makan malam.

“Dik, ayo bangun dulu,” sambil membelai wajahku.
“Sudah jam 9 malam lho, kamu pasti lapar, ayo makan dulu,” sambil dikecupnya puting susuku dengan mesra.


Tak bisa dipungkiri, perutku memang sudah sangat lapar, sejak persetubuhan luar biasa berjam-jam yang baru aku alami dengan Mas Broto tadi. Kamipun makan bersama, karena begitu lapar, aku tak sempat memakai pakaianku kembali, membiarkan tubuhku telanjang bulat tanpai sehelai benangpun. Mas Broto hanya senyum-senyum genit memperhatikan aku makan dengan lahapnya dengan keadaan tubuh yang polos terbuka.
Baca selengkapnya »

0 komentar:

Posting Komentar

CERITA TERPANAS

Copyright © Kumpulan Cerita Ngentot Terpanas 2010

Template By Nano Yulianto