http://bioskop4d.com/

jayabet

Jumat, 06 Mei 2016

"Ahhh..., Kinan jangan, aaahhh...., geli..., aarggh...., …Bibi keluar...., aaahh.."


Aku orang yang mungkin punya kelainan, menyukai orang dari keluargaku sendiri. Aku anak tunggal, mungkin karena aku tidak pernah bertemu wanita lainlah yang membuatku demikian. Sudah semenjak SMP aku mengenal yang namanya bokep, semenjak itu pula aku selalu membayangkan Ibuku sambil mengocok penis di kamar mandi. Ya, onani adalah kebiasaanku ketika pagi hari, akibat itulah aku mulai tumbuh kumis tipis. Tapi aku rajin mencukurnya. Dan aku pun tak jarang beronani ke celana dalam kotor Ibuku, sambil sperma kutumpahkan di sana. Ya, kelainan inilah yang ada pada diriku. Ibu dan ayah sudah bercerai semenjak aku masih SD. Ibuku sebagai orang tua tunggal mampu menghidupi kami berdua. Ayah telah menikah lagi dengan wanita lain, setahun sekali mengunjungiku. Saat umur 16 tahun aku sekolah di SMA X. Awalnya Ibuku tidak setuju karena bakal jauh dari rumah. Namun karena dekat dengan rumah Bi Ani, akhirnya Ibuku mengijinkanku.

Bi Ani adalah Bibiku, kakak dari Ibuku. Umurnya sekarang sih 40-an. Seorang Ibu berjilbab besar. Ia ditinggal mati suaminya 3 tahun lalu. Dan sekarang hidup sendiri dengan dua orang anaknya, cewek semua. Bi Anilah yang menganjurkan agar aku menginap saja di rumahnya, jadi kalau hari sabtu dan minggu baru pulang. Ibuku bisa mengunjungiku kapan saja. Usaha roti yang dikelolanya pun rasanya tak bisa dilepaskan. Ibuku mempunyai usaha roti. Tanpa itu aku tak bisa sekolah. Sedangkan Bi Ani seorang PNS.

Aku sudah tinggal hampir satu semester di rumah Bi Ani. Ibuku menjengukku setiap 3 hari sekali, kadang juga 1 minggu sekali. Aku pulang setiap Sabtu dan Minggu. Kegiatanku selama di rumah Bi Ani, tentu saja membantunya mencuci piring, pakaian dan juga membersihkan rumah. Terus terang Bi Ani sangat menyukai hasil kerjaku. Menjaga Irma dan Yulita yang masih sekolah SD dan SMA juga membuatnya bangga punya ponakan seperti aku. Aku juga mengajari keduanya dalam masalah pelajaran yang sulit di sekolah. Bi Ani baru pulang jam 16:00. Namun ia sudah sangat senang melihat hasil kerjaku membantunya.

Lalu bagaimana kebiasaanku onani, tidak berhenti juga. Kali ini aku membayangkan Bibiku sendiri. Melepas jilbabnya, lalu aku bayangkan ia memperlihatkan seluruh tubuhnya. Aku sebenarnya iseng juga. HPku ada kamera, dan aku gunakan untuk merekamnya ketika ia mandi. Dan selama ini tidak ketahuan, bahkan ketika aku onani aku sambil melihat video tersebut. Biasanya setelah onani aku sangat puas bisa membayangkannya.

Suatu malam Bi Ani sedang nonton tv. Tampak anak-anaknya sudah tidur. Aku tak ada kerjaan lain, akhirnya ikutan nonton juga. Kebetulan saat itu tv-nya lagi main sinetron. Bi Ani kali ini seperti biasa memakai daster dan jilbabnya masih terjulur. Namun karena dasternya lengan pendek, aku jadi bisa melihat betapa bersih keteknya. Bahkan sekilas warna branya bisa terlihat ketika ia mengangkat ketiaknya. Warnanya hitam. Wajah Bi Ani masih mulus, dan ia tampak cantik malam itu. Di tengah heningnya suasana nonton tv tersebut, ia tiba-tiba menyeletukku,
"Kamu sudah punya pacar Nan?"
Aku kaget dengan pertanyaanya, "Belum, Bi"
Ia mendesah, "Masa' belum, biasanya anak-anak SMA seumuran kamu itu sudah punya lho"
"Beneran, suwer", kataku.
"ohh.. ya udah", katanya.
"Emang kenapa tanya begitu Bi?", tanyaku.
"Kamu jujur sama Bibi ya", katanya.
Aku jadi penasaran.
"Kamu sering onani ke celana dalam Bibi ya?", tanyanya.
Bagai tersamber geledek. Aku pun diam lama.
"Kamu koq berani…", katanya.
"Maaf Bi", kataku.
"Jangan ulangi lagi ya", katanya.
"Koq Bibi tahu?", tanyaku.
"Ya tahulah, habis dicuci masih ada bercak putih. Kan Bibi ndak keputihan koq bisa ada itu, ya berarti ada pria yang iseng", katanya sambil tersenyum.
"Maaf Bi, habis....",
"Kenapa?"
"Jujur Kinan suka sama Bibi, Bibi orangnya baik, alim, cantik, seksi", kataku.
Mendengar itu tampak Bi Ani agak tersentak.
"Tapi aku Bibimu, kamu ndak boleh gitu. Lagian masih banyak cewek yang ada di luar sana. Aneh-aneh aja kamu ini, ntar aku pulangin ke Ibumu klo kamu nakal seperti ini", katanya mengancam.
"Terserah Bibi deh, Kinan sudah jujur. Awalnya Kinan juga merasa aneh punya perasaan ini, tapi sering ketemu Bibi jadinya begini. Terus terang aku selalu membayangkan Bibi, kalau hal ini bikin Bibi marah atau tidak suka, Kinan akan nge-kost sendiri saja. Besok Kinan akan pergi", aku beranjak dari tempat dudukku.
"Kinan!?", kata Bi Ani.
Aku masuk ke kamarku. Dan menutup pintu. Aku lalu berbaring. Tampak Bi Ani mengejarku. Ia lalu mengetuk pintu.
"Kinan, buka pintunya!", kata Bi Ani.
"Bukan begitu Kinan, kamu harus tahu aku ini bibimu, Bibimu, masa' kamu punya pikiran jorok seperti itu? Kinan....?"

Aku tak peduli. Aku tinggal tidur. Pagi hari aku bangun dan langsung mandi, karena hari ternyata sudah siang. Selesai mandi tampak Bi Ani berada di sofa. Ia menatapku. Mungkin ia mau melihat apa aku benar-benar akan pergi dari tempat ini. Aku lalu masuk kamar.
"Kinan, tunggu!"
Aku berjalan mundur lagi.
"Sini! duduk dekat Bibi!", katanya.
Aku menurut.
"Maafkan soal tadi malam, aku tak bermaksud kasar kepadamu", kata Bi Ani.
"Terus terang perbuatanmu kemarin itu sungguh keterlaluan. Tapi setelah Bibi berpikir panjang, mungkin itu karena kamu baru masa puber. Maafkan Bibi. Kalau sampai Ibumu tahu kamu tidak di sini, maka ia akan khawatir dan aku tak mau hal itu terjadi. Baiklah terserah kamu mau onani pake cd Bibi atau tidak, silakan asal kamu jangan pergi dari rumah ini." Lanjut Bi Ani.
Mendengar perkataan Bi Ani aku sedikit berbesar hati, dari perkataannya aku mengambil kesimpulan bahwa masih ada kesempatan untukku.
“Serius?" Tanyaku meyakinkan.
"Iya, Bi serius", kata Bi Ani.
"Sebenarnya, bukan onani sih yang Kinan inginkan, Bi!", kataku.
Bi Ani tersenyum. Ia menarik nafas dalam-dalam. Tampaknya ia memikirkan sesuatu.
"Baiklah, kamu boleh mencintai Bibi seperti pacar, kalau itu maumu. Tapi jangan yang aneh-aneh. Ini Bibi lakukan agar Ibumu tidak sedih", kata Bibi.
"Aneh-aneh gimana Bi?", tanyaku.
"Ya aneh-aneh", jawabnya.
"Nggak ngerti" Ujarku sambil menggeleng.
"Kamu sudah onani masa ndak tau..?".
"Mengajak yang aneh-aneh sama Bibi, berbuat mesum." Tandas Bi Ani.
"Ooo..., itu toh.., siap Bi" kataku.
Aku tersenyum senang. Dan ya, hari itu dimulailah petualangan cintaku dengan Bi Ani.

****

Selesailah UAS semester 1. Besoknya libur panjang. Aku ijin ke Ibuku untuk beberapa hari di rumah Bi Ani karena ada yang harus dikerjakan. Irma dan Yulita ikut berlibur bersama sekolahnya. Jadi aku dan Bi Ani berduaan saja di rumah. Dan hari itu hari sabtu, harusnya aku pulang hari itu menengok Ibuku. Namun aku urungkan niat. Tampak Bi Ani memasak di dapur. Aku peluk dia dari belakang, kucium wangi tubuhnya.
"Masak apa say?", kataku.
"Masak sayur lodeh", jawabnya.
"Kayaknya enak?" pujiku.
Kami lalu sarapan. Tak ada obrolan berarti. Setelah sarapan kami beres- rumah. Setelah itu kami capek, aku bersandar di sofa. Dan Bi Ani juga duduk disitu. Kami menonton tv, aku membiarkan Bi Ani bersandar di dadaku. Aku kali ini agak sedikit berani. Perlahan aku meraba payudaranya. Awalnya tanganku ditepis, lalu aku pun merabanya lagi. Kali ini malah dibiarkan. Kugesek-gesek bongkahan empuk itu, dan kurasakan puting mengeras dari branya yang tebal dan daster itu. Berikutnya, aku pelorotkan sedikit celanaku, dan peniskupun muncul.
"Ih.., Kinan, apa-apaan sih?", tanyanya.
"Ndak ngapa-ngapain koq Bi.. ", Elakku.
"Itu koq dikeluarin?", tanyanya lagi.
"Kinan sudah lama ndak onani Bi, pingin onani sambil memegang Bibi, nggak apa-apa ya Bi, sebentar saja sudah kepalang tanggung nih" Rajukku.
Bibiku menelan ludah melihat penisku yang mengacung dan keras.
"Kalo saya nggak boleh ngocokin sendiri ya sudah Bibi saja yang ngocokin", Kejarku sedikit bercanda.
"Ya kalau kamu maksa baiklah, sini Bibi kocokin saja", katanya mengejutkan.

Mulanya aku nggak percaya, tapi ia amati seksama barang ajaib itu. Perlahan-lahan ia pegang dengan jemarinya yang halus itu. Lalu perlahan-lahan ia kocok dengan lembut sampai helm-ku mengeras. Tidak cuma itu, buah pelerku diremas-remas juga. Ohhh....nikmat sekali, apalagi yang melakukannya Bibiku sendiri. Aku mulai meraba toketnya. Ia tak protes.
"Bibi boleh ya buka bajunya?", Pintaku.
"Eh..., ee..., i...iya", katanya tergagap.
Ia membuka dasternya dan jilbabnya.
"Tapi Jilbabnya nanti saja Bi", kataku.
Ia heran, tapi tak peduli. Ia kembali lagi mengurut tongkolku. Aku pun makin bergairah setelah melihat bra-nya dan cd-nya yang berwarna hitam tipis itu. Aku mencium bau harum, lalu mulai mencium bibirnya., kami benar-benar berpanggutan, ia masih mengocok penisku dan aku meremas toketnya yang besar. Kami benar-benar berciuman, saling menjilat lidah kami. Lalu aku pun membuka pengait bra-nya menampakkan sepasang buah dada yang besar menggantung. Putingnya coklat, keras dan kencang. Aku menggigit-gigit toket itu, lalu menyusunya.
"Oh..., kinan..., ahh...., ahhh...., terus nak, oohh..., ayo netek ke tetek Bibi ya…", katanya merancau. Ia ternyata sudah haus sex.

Tak butuh waktu lama untuk aku sudah menelanjanginya selama ia menikmati sensasi rangsangan di toketnya. Lalu perlahan aku cium perutnya, ia merebahkan diri ke sofa yang empuk dan panas itu. Kini kulebarkan kedua pahanya. Tampak rambut yang tipis menghiasi vaginanya, ohh. ternyata ia rajin mencukur. Aku pun menyapunya, kujilati apa yang bisa dijilat di tempat itu. Ia meremas kepalaku, rambutku dijambaknya, dan kedua pahanya mengapitku erat, aku tak berhenti. bahkan klitorisnya kusapu, kuhisap, kulumat, dan kugigit-gigit gemas. Lidahku menyeruak ke dalam lubangnya.
"Ahhh..., Kinan jangan, aaahhh...., geli..., aarggh...., …Bibi keluar...., aaahh.." desahan panjang membuatku tersentak.
Saat itulah ia terkencing-kencing, aku menghindar. Tampak sofa banjir dengan air orgasmenya. Nafasnya tersengal-sengal. Aku belum disepong nih, pikirku. Segera aku menempatkan pahaku di antara kepalanya. Ia mengerti yang kuinginkan. Dengan mata setengah terbuka karena kenikmatan orgasme ia pun menjilati kepala penisku. Ia mengurut penisku sampai ke pangkal jadi tampak penisku mengeras hebat dan ia keluar masukkan kepala penisku hingga separuh ke mulutnya. Ia lakukan itu sambil menyedotnya. Sesekali ia menjilati ujung lubang kencing, ia putar-putar lidahnya di sana.
"Udah Bi, aku mau masukin Bi..", kataku.
Ia mengerti. Dibukanya pahanya. tampak vagina itu sangat basah dan becek, Aku bersiap di atas, gaya misionari. Ia masih pakai kerudungnya, lalu aku lepas kerudung itu, tampaklah rambutnya yang sedikit berombak, yang aku tak pernah melihatnya kecuali dari videoku itu. Kini wanita ini pasrah dan menginginkanku.
"Cepat masukin Kinan, Bibi udah nggak tahan nih", katanya.
"baiklah Bi, tapi kira-kira kita sekarang ngapain Bi?"
"ayolah kinan, entotin Bibimu ini"

Bleess.., kontolku pun tenggelam di dalam memek Bi Ani, ia mengunci kakinya ke pinggangku. Ia menaikkan pantatnya, membuat punyaku semakin tenggelam di dalam memeknya. Perutnya yang rata itu membuatku bernafsu dan aku goyang akhirnya. Jemari kami saling menyatu. Bibiku tak mau lepas dariku, memeknya seperti meremas penisku, dan aku menggerakkan maju mundur. Oh tidak, aku mau keluar rasanya, baru padahal baru sebentar.
"Bi, ndak kuat nih..., ahh...., ahh... ", kataku
"Keluarin nggak apa-apa, aaahh...", katanya.
Dan…, Crooott, ku hujamkan batangku sekuat tenaga hingga spermaku pun tumpah ruah di dalam memek Bi Ani. Bibiku sampai tersentak merasakannya, ia membelalak sambil mengerutkan dahinya. Ia melirik ke bawah sana. Ia meraba dengan jemarinya pangkal penisku yang masuk penuh. Lama kami diam, Bibiku memejamkan matanya, menikmati setetes-demi-setetes sperma yang membasahi rahimnya setelah 3 tahun tidak pernah dibasahi. Aku tak mencabut punyaku sampai penisku mengecil sendiri. Aku lalu menarik tubuh Bibiku dan kupangku. Ia memelukku, dada kami menyatu dan aku menciumi bibirnya.
"Kinan, ....kita tak boleh begini harusnya", katanya.
"Tapi aku cinta Bibi", kataku.
"Tapi baiklah, asal kamu dapat menjaga rahasia agar tidak ada orang lain yang tahu, Bibi pasti akan melayani kamu", katanya.

Aku meremas toketnya lagi, kami berpanggutan. Lama aku begitu, hingga punyaku mengeras lagi. Kali ini aku suruh dia nungging. Ku tusuk Bi Ani dari belakang, pantatnya yang besar bahenol bergetar-getar saat menerima hentakanku. Akhirnya Bi Ani meminta ganti posisi, kali ini Bi Ani berada di atas tubuhku. Gerakan naik turunnya membuat buah dadanya yang besar menggantung bergoyang-goyang mengikuti gerakan tubuhnya yang kemudian ku jamah dengan tanganku dan ku remas-remas. Persetubuhan saat itu berakhir dengan saling mengejangnya tubuhku dan tubuh Bi Ani, saling peluk dengan erat dengan bibir kami saling berpagutan liar, dan sesaat kemudian tubuh ku dan tubuh Bi Ani melemah.

******
Hari ini Irma dan Yulita pulang ke rumah. Nanti siang kami akan menjemput mereka di sekolah. Setelah itu aku akan pergi dari rumah Bi Ani tercinta. Hari itu Bibi sedang berdandan siap untuk pergi.
"Bibi..", kataku.
"Ada apa sayang", katanya.
"Jilatin dong", kataku sambil memelorotkan celanaku.
Bi Ani hanya tersenyum, tanpa bicara apa-apa lagi, Bi Ani berlutut sambil mengulum penisku. Aku memaju mundurkan pantatku sambil rambutnya kuremas-remas.
"Ohhh, Bi Anii, ooohh..., aku mau keluar Bii…!!", Erangku.
Dan muncratlah semuanya di dalam mulutnya. Ia lalu menjilati spermaku, dihabiskannya dan ditelannya.
"Sudah ah, pagi-pagi koq sudah ginian. Nanti kamu pulang lho jangan lupa", katanya.
"Rasanya ndak ingin pulang aku", kataku.
"Hush ndak boleh gitu. Kan setelah ini kita masih bisa bersama lagi", katanya.
Ia masih mengurut-urut penisku, lalu ia jilati sisa-sisa sperma yang masih melekat di ujung lubangnya.

****

Ibuku sangat kangen padaku. Ketika aku datang ia langsung memelukku. Saking kangennya aku mau makan dimanapun ia bakal mentraktirku.
"Kamu mau apa sekarang Kinan? Ibu bakal ngasih deh", katanya. yang bener?
"Masa' sih?", tanyaku.
"Iya, mau makan di restoran mana Ibu akan kasih, soalnya Ibu kangen sama anak Ibu ini", katanya sambil memelukku. Dadanya yang besar serasa sesak di perutku. Aku lebih tinggi darinya.
"Kalau permintaan yang lain gimana?", tanyaku.
"Apa?", tanyanya.
"Semisal kepingin tidur sama Ibu telanjang gitu?", tanyaku sambil tersenyum.
Ibuku tampak sedikit kaget dan mengerutkan dahi.
"Sekarang?", tanyanya.
"Iyalah", kataku.
Ia lalu mengunci pintu lalu melepaskan bajunya satu per satu.
"Ayo, katanya mau tidur ama Ibu telanjang?", tanyanya menantang.

Entah Ibuku gila atau nggak, tapi aku nurut saja. Aku juga telanjang sama seperti beliau. Kami pun tidur di kamarku. Ibuku tidur miring dihadapanku. Tatapan mata kami penuh arti, disatu sisi ia kangen, di sisi lain aku berdebar-debar. Aku baru kali ini melihat lagi tubuh moleknya Ibuku tanpa sehelai benang pun. Aku menelan ludah sampai Ibuku mendengarnya. Dadanya besar, putingnya coklat, rambut di vaginanya tampak lebat. Tapi ketiaknya mulus.
"Boleh Kinan meluk Ibu?", tanyaku.
"Ya bolehlah, kenapa emangnya?", tanyanya.
"Ah, nggak apa-apa Bu", kataku. Akupun memeluknya. Dadanya menempel di dadaku. dahi kami bersentuhan, penisku menempel di perutnya. Rasa hangat yang kurasakan.
"Kamu sudah dewasa ya Kinan", katanya. "Ibu kangen sekali"
"Kinan juga", kataku.
Aku perlahan-lahan menempelkan bibirku ke bibirnya. Kami berciuman. Kumulai berani membelai punggungnya, lalu meremas bongkahan pantatnya. Kontolku sudah tegang sekali, kuyakin Ibu juga merasakannya. Apa Ibu tidak tahu hal ini? Kami berciuman, dan saling berpanggutan.
"Udah kinan, koq kita malah ginian siih?", tanya Ibu.
"Tapi kinan kepingin Bu", kataku.
Ibuku terdiam sesaat, tampaknya ia berpikir keras.
"Ibu lama ndak beginian, Kinan ndak keberatan jadi partner sex Ibu? Sudah terlanjur begini", katanya.
"Ya ndaklah, kinan sudah lama juga kepingin ngentotin Ibu sendiri"
Ibu tersenyum, tanpa babibu, kami langsung mengulum satu sama lain. Nafas Ibu memburu, ia tak ingat siapa aku lagi, aku juga demikian. Aku sudah tak tahan untuk bisa menyusu kepadanya. Bibirku pun menancap di puting susunya. Kuhisap kuat-kuat sambil kumainkan dengan lidahku.
"Ohh...., iya nak, begitu seperti kamu bayi dulu...., aahhh, kata Ibuku.

Aku terus mengulum dan meremas payudaranya bergantian. Aku hisap kuat-kuat seolah-olah di dalam dadanya itu masih ada ASI, entah itu ASI atau tidak, tampaknya aku mengeluarkan sesuatu dari putingnya, rasanya agak manis dan asam. Kemudian beliau tidak tinggal diam begitu saja, punyaku diremas-remas dan diurut-urut. Merasa keenakan dengan hal ini, aku sedikit berani untuk memasukkan jemari tanganku ke lubang memeknya yang jarang ditumbuhi bulu itu. Hangat. Itulah tempatku dulu keluar, dan sekarang ini aku bakal menikmatinya. Tanganku aku masuk dan keluarkan, sehingga seolah-olah malah tampak seperti mengocok sesuatu. Lama sekali aku menyusu sambil mengoyak vaginanya dengan jemariku. Ia pun hanya mengeluh ah dan uh saja.

Aku lalu bangun, lalu duduk di atas dadanya. Buah pelerku menyentuh perutnya bagian atas. Dan punyaku tegak mengacung ke wajahnya. Punyaku panjang, dan menyentuh bibirnya, seolah-olah ia faham maksudku. Ia meremas tokednya, lalu dikempitnya batangku itu. Ohh...nikmatnya. Hangat sekali, apalagi ditambah ia menjilati lubang kencingku. Ia terus memijat-mijat dadanya, sementara kepala penisku dijilati. Aku terangsang sekali, tetesan sedikit mani keluar dari lubang kencingku. Beliau melihat wajahku.
"Waah...., kinan jadi anak nakal sekarang ya, gituin Ibu", katanya.
"Habis Ibu mau sih", kataku.
"Minggir dulu sayang", katanya.
Aku mengerti lalu minggir ke samping. Kini aku berlutut, dan beliau langsung dengan rakusnya mengulum separuh penisku. Kepalanya maju mundur memompa penisku. Ohh...tidak, enak banget. Lidahnya menari-nari di kepala penisku, seolah-olah tak mau lepas dari situ. Aku berkali-kali berkata, "Ohh..mom, fuck mom, fuck! enak banget...ahh...."
"Sudah, sudah Bu, Kinan malah keluar nanti klo sampai begini", kataku.

Ibuku menghentikan aktivitasnya. Sekarang aku serasa lemas, tapi kemudian jadi bersemangat ketika beliau balik badan menungging.
"Kinan, tolong, masukkan ya?! Ayo…, masukkan punyamu itu nak", katanya.
Tanpa babibu langsung aku bergerak maju mundur. Tapi tampaknya Ibu tak ingin berlama-lama begini, ia sepertinya sudah mau keluar, tampak ia menggoyang sendiri pinggulnya. Punyaku serasa diremas-remas, ohh..., nikmatnya. Kalau begini terus aku bakal segera ngecret. Aku tahan sekuat tenaga agar jangan keluar dulu, nunggu beliau keluar dulu.
"Ohh..., tidak Bu, ahh...., nggak tahan..., Kinan ndak tahan, terlalu nikmat", kataku.
"Tenang Kinan, Ibu mau kelua..., aaahh..., ooohh..., ….aaahh", jeritan panjang Ibuku sambil pantatnya bergetar menandakan ia telah orgasme, punyaku serasa dijepit oleh daging yang kenyal. Aku meremas tokednya, sambil terus maju-mundur, dan akupun tak sanggup lagi.
"Bu aku juga mau keluar Bu, keluarinnya di luar apa di dalem Bu..?", tanyaku.
"Di dalam aja, nggak apa-apa", katanya.
Croot.., crooott…, crooott…, spermaku nyembur banyak sekali di dalam vagina Ibu. Ibuku lemas tengkurap, sambil pantatnya masih menungging, membiarkan penisku mendapatkan sensasi kenikmatan. Penisku sangat ngilu, ketika aku cabut dari lubang itu. Cairan kental putih mengalir dari lubang yang aku semproti tadi. Mengalir ke paha, lalu jatuh di sprei. Aku lalu berbaring di sebelah Ibuku.

*****

Aku terbangun. Sendirian di kamarku. Ternyata sudah pagi. Aku mendapati diriku telanjang dan tampak bekas bau sperma tercium di mana-mana. Aku pun segera membersihkan diriku. Aku berjalan ke kamar mandi, dan eits...ternyata ada Ibu di sana. Ia tampak sedang duduk di pinggir bak mandi melihat cermin. Rambutnya yang lurus itu menutupi dadanya. Perutnya sedikit buncit, tampak ia menopang kaki kanannya di atas kaki kirinya, posisi yang sangat seksi. Aku duduk di sampingnya.
"Ibu cantik?", tanyanya.
"Iyalah, cantik", jawabku.
Ia tersenyum kepadaku.
"Tadi malam luar biasa", katanya.
"Kamu sudah pernah begituan?"
Aku menggeleng.
"Bohong ah", katanya.
"Beneran", bohong sih.
"Baguslah kalau Ibu jadi yang pertama bagimu", katanya.
Aku tak konsentrasi dengan kata-kata Ibuku, fokus ke dadanya dan vaginanya itu. Aku pun mengelus-elus pahanya.
"Sudah mandi Bu?", tanyaku.
Ia menggeleng.
"Mandi bareng yuk!?", katanya.
Aku mengangguk.

Shower pun dinyalakan. Kami berdua berdiri berhadapan. Air membasahi kami berdua, lebih tepatnya kami tidak mandi, tapi bercumbu. Aku menciumi keningnya, lalu memijat toketnya yang berukuran 35B itu. Ibuku lebih tepatnya membelaiku, mengalirkan air ke pundak, bahu, perut dan membersihkan senjataku. Ibuku berbalik, dan aku meremas dadanya dari belakang, sambil kuciumi lehernya, lalu kami berpanggutan. Tangan kiriku bergerak ke bawah dan menggelitiki klitorisnya, penisku mulai tegang lagi. Ia pun mematikan shower. Ia mengambil sabun cair, dioleskannya sabun itu ke dadaku. Aku pun berbbuat demikian, jadilah kami saling menyabun. Ku putar-putar dan kupijat-pijat dadanya. Putingnya sangat keras, aku lalu digosok-gosok bagian penisku, total kami hanya menggosok bagian sensitif kami saja, yaitu toket, vagina, dan penis. Bahkan ketika air mengguyur lagi pun, kami hanya membersihkan tiga tempat itu saja. Setelah itu?

Aku menggendong Ibuku, kuangkat kaki kannannya, lalu aku sedikit membungkuk dan kumasukkan penisku ke vaginanya. Bleess.., sambil aku dorong ke depan, aku konsentrasi kepada belahan tokednya yang aduhai. Kutekan pinggulnya, aku dan dirinya saling mengulum bibir. Aku bergerak maju mundur dengan sangat cepat. Beliau tampak menggoyangkan kepalanya kiri dan kanan, sambil memeluk leherku.
"Kinan...., oh..., ahhh...., terus....., ouch..., aaww.. .", katanya.
"Oh..., Bu..., ah....ahhhh...., nikmat banget.... ", kataku.

Lalu aku berubah posisi, kini Ibuku aku baringkan di lantai kamar mandi. Aku lalu menindihnya dari atas. Pinggulku bergoyang dan kakinya mengunci pinggulku. Oww..., nikmat sekali dadanya naik turun. Sensasinya luar biasa. Ia memeluk leherku, sambil mengerutkan dahi. matanya sayu menatapku seolah-olah mengisyaratkan ini terlalu enak nak, jangan dihentikan. Jeritan-jeritan kenikmatannya lebih dari jeritan biasa. Ia bahkan hampir menangis karena terlalu nikmat. Ia lalu menggeleng-geleng saat-saat orgasme mau datang. Pinggulnya ia tekan kuat-kuat dan aku pun loss seluruh tenagaku dalam sebuah tembakan dahsyat ke rahimnya. Kami terkulai di kamar mandi dan duduk bersandar di pinggir bak mandi. Punyaku lemas sekarang, cairan putih tampak keluar dari lubang kencingnya. Ibuku menyentuhnya dengan jari telunjuknya. Lalu ia menariknya, seperti keju yang baru saja dipanggang. Aku lalu memeluknya erat.

Baca selengkapnya »

0 komentar:

Posting Komentar

CERITA TERPANAS

Copyright © Kumpulan Cerita Ngentot Terpanas 2010

Template By Nano Yulianto